Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk menggambarkan bentuk-bentuk tindakan kekerasan seksual suami terhadap istri. (2) Untuk menggambarkan bentuk-bentuk tindakan kekerasan seksual suami terhadap istri perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. (3) Untuk mengetahui bentuk-bentuk tindakan kekerasan seksual suami terhadap istri perspektif Fiqh Islam.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka (library research) dengan pendekatan kualitatif. Objek penelitian adalah Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan juga Fiqh Islam. Dari data yang terkumpul tersebut kemudian dianalisis dengan metode analisis-deskriptif. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga –yang biasanya banyak terjadi oleh suami terhadap isteri- menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah seperti yang tercantum dalam pasal 5 Undang-Undang tersebut, yakni: (a) kekerasan fisik; (b) kekerasan psikis; (c) kekerasan seksual; atau (d) penelantaran rumah tangga. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan oleh suami terhadap isteri dalam fiqh Islam adalah segala pergaulan suami yang tidak ma’ruf yang membuat isteri mengalami luka fisik, tekanan psikis dan kehormatan isteri, serta kekerasan berupa penelantaran sebagai kelalaian tanggungjawab dan kewajiban suami terhadap isteri seperti tercantum dalam al-Quran dan al-Sunnah. Kekerasan tersebut dilarang dan haram hukumnya karena bertentangan dengan prinsip kaidah ushul yang berbunyi : “Laa dharara wa laa dhirara”. Dan tidak sejalan dengan konsep maqashid syari’ah yaitu menarik kemaslahatan dan menghindari kerusakan atau bahaya. Artinya Islam melindungi fisik dan psikis seseorang dari kekerasan, sejalan dengan tujuan syariat menghindari mafsadat dan meraih maslahah yakni berupa hifdz al-nafs (menjaga fisik dan jiwa). Islam juga anti kekerasan seksual dengan maksud tercapainya hifdz al-nasl (perlindungan keturunan) serta anti kekerasan ekonomi agar terwujud hifdz al-maal (perlindungan harta benda). Adapun langkah-langkah untuk meminimalisisr kekerasan dalam rumah tangga harus ada langkah perventif dan represif. Langkah preventif adalah pendidikan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap suami dan isteri tentang kewajiban dan hak masing-masing sesuai tuntunan agama, menanamkan rasa mawaddah dan rahmah sehingga rumah tangga bisa sakinah. Adapun kegiatan pendidikan tersebut dapat difasilitasi oleh pemerintah atau dari inisiatif suami dan isteri. Sedangkan upaya atau tindakan represif adalah penegakkan hukum oleh aparat pada pelaku kekerasan di dalam rumah tangga sehingga korban mendapatkan keadilan seutuhnya.